Selasa, 02 Agustus 2011

Ternyata Mie Instan Menyimpan Banyak Dampak Negatif!

MAKANAN merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan manusia. Selain sumber tenaga dan energi bagi kelangsungan hidup, makanan juga menjadi suatu kebutuhan primer manusia dalam kesehariannya, sehingga kebutuhan orang terhadap makanan sangat mengikat.
Dewasa ini makin banyak orang yang memercayakan urusan perutnya pada makanan dalam kemasan sajian cepat, seperti mi instant. Setiap kali berbelanja ibu-ibu tidak lupa menyisipkan mi instan dalam daftar kebutuhannya sehari-hari. Umumnya anak-anak kos selalu menyimpan beberapa bungkus mi instan untuk persediaan dan mencegah "kelaparan" di malam hari. Para pendaki gunung pun tidak lupa turut memasukkan mi instan sebagai logistik wajib. Wajar saja jika mi instan disukai, karena karakteristiknya, selain praktis, cepat, lezat dan murah. Namun di balik manfaat, juga diketahui bahwa mi instan tak mempunyai kandungan gizi yang cukup. Bahkan zat additive-nya (tambahan) tidak baik untuk wanita yang tengah hamil juga bagi balita.
Mi, dalam masyarakat Cina merupakan simbol panjang umur, karena bentuknya yang panjang, jenis dan bahan pembuatnya pun bermacam-macam. Ada mi instan, mi kering, mi basah, mi rebus, yang dibuat dari tepung terigu (gandum). Ada juga bihun, yang dibuat dari tepung beras. Lalu soun, yang dibuat dari pati tepung kacang hijau. Ada juga yang terbuat dari campuran tepung terigu dan beras, tepung tapioka, tepung kentang atau tepung soba. Tapi yang paling populer tentu mi instan, dengan berbagai merek dan citra rasanya, baik dalam kemasan plastik polietilen maupun plistiren (stirofoam), dalam bentuk cangkir atau mangkuk.
Mi instan, sebenarnya bentuknya sangat panjang, namun saat pemrosesan ia dilipat, digoreng dan dikeringkan dalam oven panas. Proses digoreng inilah yang membuat mi mengandung lemak. Bahan baku utama mi instan memang tepung terigu, namun, selama proses pembuatannya, dipakai juga minyak sayur, garam, natrium polifosfat (pengemulsi, penstabil dan pengental), natrium karbonat dan kalium karbonat (keduanya pengatur keasaman) serta tartrazine (pewarna kuning). Kadang natrium polifosfat dicampur gar gum. Bahan lainnya, yakni karamel, hidrolisa protein nabati, ribotide, zat besi dan asam malat yang fungsinya tidak jelas. Selain minyak sayur, ada pula food additive, yaitu bahan-bahan kimia yang ditambahkan ke dalam proses pengolahan makanan, dengan tujuan agar makanan tersebut memiliki sifat-sifat tertentu.
Bumbu mi, misalnya bawang merah, saus tomat, garam, gula, cabai merah, bawang putih, kecap, vetsin (MSG) serta bahan cita rasa (rasa ayam, rasa udang, rasa sapi) juga banyak menggunakan additive. Belum lagi stirofoam dalam bentuk mi cangkir, yang dicurigai dapat menyebabkan risiko kanker.
Bagi mereka yang gemar makan mi instan, yakinkan bahwa Anda ada selang waktu kurang lebih tiga hari setelah Anda mengonsumsi mi instan, jika Anda akan mengonsumsinya lagi. Karena menurut informasi kedokteran, dinyatakan bahwa ternyata terdapat semacam lilin yang melapisi mi instan. Oleh karena itu mi instan akan tidak lengket satu sama lainnya ketika dimasak. Jika kita perhatikan mi buatan Cina yang berwarna kuning, sering kita temukan di pasar tradisional, mi yang belum dimasak tersebut akan terlihat seperti berminyak. Lapisan minyak ini yang akan mencegah lengketnya mi yang satu dengan lainnya.
Salah satu contohnya adalah mie Wonton yang masih mentah, biasanya ditaburkan tepung agar terpisah atau terhindar dari lengket satu dengan yang lainnya. Pada saat memasak mi, hendaklah memasaknya pertama-tama dalam air panas, kemudian dibilas atau ditiriskan dengan air dingin sebelum dimasak dengan air panas lagi. Memasak dan meniriskan dengan cara ini akan dapat menghindari lengketnya mi tersebut satu sama lainnya. Kemudian memberikan minyak dan saus pada mi tersebut agar tidak menjadi lengket ketika akan dikonsumsi secara kering atau tanpa kuah. Sama halnya dengan aturan untuk memasak dalam membuat Spaghetti, yaitu mi asal Italia akan dibutuhkan minyak dan mentega yang ditambahkan terlebih dahulu pada air rebusan Spaghetti untuk menghindari lengketnya pasta tersebut.
Mengonsumsi mi instan setiap hari akan meningkatkan kemungkinan seseorang terserang kanker. Sehingga kebiasaan dalam mengonsumsi mi instan secara rutin sebaiknya dihindari. Para dokter mengatakan, hal ini disebabkan adanya "lilin" dalam mi instan tersebut. Disebutkan juga, tubuh kita memerlukan waktu lebih dari dua hari untuk membersihkan "lilin" tersebut. Sebagai contoh, ada seorang pramugari SIA atau Singapore Air yang setelah berhenti dan kemudian menjadi seorang ibu rumah tangga, tidak memasak tetapi hampir selalu mengonsumsi mi instan setiap kali dia makan. Kemudian akhirnya dia divonis menderita kanker dan meninggal karenanya.
Meski risiko kesehatan akibat additive tak langsung kelihatan, namun menurut Arlene Eisenberg, dalam buku What to Eat When You're Expecting, ibu hamil sebaiknya menghidari makanan yang banyak mengandung additive. Bagi balita, bahan-bahan yang sebenarnya tak dibutuhkan tubuh ini juga bisa memperlambat kerja organ-organ pencernaan. Selain itu juga kandungan utama dari mi adalah karbohidrat.
Lalu ada protein tepung (gluten), dan lemak, baik yang dari minyak sendiri maupun minyak sayur dalam sachet. Jika dilihat komposisi gizinya, mi memang tinggi kalori, namun miskin zat-zat gizi penting lain seperti vitamin, mineral dan serat.
Jika menginginkan tambahan gizi, maka sebaiknya ditambahkan beberapa jenis sayuran seperti wortel, kol, sawi, tomat, brokoli, atau kecambah, tambahkan juga bakso, udang, telur, sosis atau kornet. Bahan-bahan ini tinggal dimasukkan saat akan merebus mie, dan upaya yang lebih baik adalah menghindari konsumsi mi instan setiap hari.